Menjiwai Hidup Lestari

adalah blog pribadi yang memuat beberapa artikel untuk dipublikasikan dan berusaha membantu semua orang dalam mencari sesuatu yang baru. Dalam blog ini anda akan menemukan sesuatu yang akan menjadikan anda menjadi manusia baru dengan berbagai keunggulan yang teramat baru..all about new !!! welcome. (c_3)

pemikiran modren dalam Islam menurut Nurcholis Madjid
Dalam memahami pemikiran orang seperti Nurcholish,ini memang tidak cukup dilakukan sepintas. Nurcholish, sendiri mengatakan bahwa dalam setiap menjelaskan suatu tajuk atau gagasan, ia berpegang pada prinsip likulli maqam maqal- setiap tempat tuturannya berbeda (walau untuk topik yang sama).
Pandangnan dan pemikiran keagamaan Nurcholish, tidak terlepas dari perspektif dua kultur, yaitu kultur Masyumi yang modern dan kultur NU yang tradisonal.


Menurut Nurcholish, pengertian pemikiran Moderen Islam adalah “ Modernisasi ialah Rasonalisasi, bukan westernisasi”. Pengertian “rasinalisasi” adalah proses perombakan pola berfikir dan tata kerja yang tidak akhiah menjadi akliah sehingga diperoleh daya guna dan efisiensi yang maksimal
Pengertian ini diungkapkan dalam makalahnya yang berjudul “Keharusan Pemaruan Pemikiran Islam Dan Masalah Integrasi Umat” pada tahun 1968. makalah itu disampaikan Nurcholish dalam acara silakturrahmi dan halal bihala organisasi pemuda (GPI), HMI, PII, PERSAMI, yang bertempat di gedung pertemuan Islamic Research Centre, Jajarta pada 3 januari 12970.
Di awal makalahnya Nurcholis Madjid mengkonstatir, kaum Muslimin Indonesia telah mengalami kemujudan kembali dalam pemikiran dan pengembangan ajaran-ajaran Islam, dan kehilangan Psychologycal striking Force dalam perjuangannya.
Dalam upaya mencari jalan keluar dari kemujudan itu, umat Islam (kaum modernis) dihadapkan pada pemilihan, yaitu memilih jalan pembaharuan, dengan kemungkinan merugikan integrasi yang selama ini didambakan. Atau memilih mempertahankan integrasi umat dengan akibat harus diotlerirnya kebekuan pemikiran. Menurutnya, salah satu kenyataan yang mengembirakan sekarang ini (tahun 1970) ialah perkembangan umat Islam yang sangat pesat, terutama dari segi jumlah.

Dalam tulisannya juga beliau menolak sekularisasi, sebagai iktiar untuk mencari “jawaban Islam” terhadap masalah modernisasi. Inti jawabannya tercakup dalam kesimpulan sikapnya, yaitu:
Kita sepenuhnya berpendapat bahwa modernisasi ialah rasinalisasi yang di topang oleh dimensi-dimensi moral, dengan berpijak pada prinsip iman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Akan tetapi kita juga menolak pengertian modernisasi ialah westernisasi. Dan westernisasi yang kita maksud ialah sekularisasi, dengan segala percabangannya.
• Nurcholis Madjid menolak sekularisme
Mengapa Nurcholish, menolak sekularisme, karena kaitannya dengan atheisme, dan atheisme adalah puncak sekularisme. Menurutnya “sekularisme itulah sumber segala imoralitas”. Dalam perspektif gerakan modern Islam, pandangn Nurcholish sebelum tahun 70-an agaknya mewakili pandangna neo-revivalis atau sering disebut neo-fundamentasisme. Pandangannya menganjurkan “sekularisasi” sebagai salah satu bentuk “liberalisasi” atau pembebasan terhadap pandangan-pandangan keliru yang telah mapan. Secara jelas ia tidak bermaksud menerima paham sekularisme, bahkan secara tegas menolaknya secara konsisten.
Ia mengatakan bahwa sekularisasi tidaklah dimaksudkan sebagai penerapan sekulerisme, sebab “sekularisme adalah nama sebuah ideolodi, sebuah pandangan dunia tertutup yang baru berfungsi sangat mirip dengan agama”. Dalam hal ini yang dimaksud adalah setiap bentuk “perkembangan yang membebaskan”. Proses pembebasan ini diperlukan karena umat Islam, akibat perjalanan sejarahnya sendiri, tidak sanggup lagi membedakan nilai-nilai yang disangkanya Islamis itu, mana yang trasdental dan mana temporal.
Dalam proses liberalsasi atau pembebasan itu diperlukan karena umat Islam, akibat perjalanan sejarahnya itu sendiri, tidak sanggup lagi membedakan nilai-nilai yang disangkanya Islami itu: Mana yang transendental dan mana yang terporal. Akibat dari pandangan dan sikap umat Islam demikian, lalu “Islam menjadi senilai dengan tradisi, dan menjadi Islamis sederajat dengan tradisional”.
Dalam pengertian sekularisasi Nurcholis Madjid menjelaskan bahwa sekularisasi tidaklah dimaksudkan sebagai peranan sekularisme. Dengan sekularisasi dimaksudkan untuk menduniawikan nila-nilai yang sudah semstinya bersifat duniawi, dan melepaskan umat Islam dari kecerendungan untukmengukrowi-kannya. Jadi, “sekularisasi dimaksud untuk lebih memantapkan tugas duniawi manusia sebagai khalifah Allah di bumi”.
Menurut Nurcholis Madjid, jika umat Islam sampai pada keputusan kendak melaksanakan pembaharuan, maka umat Islam harus “melepaskan diri dari nilai-nilai (tradisonal lama)dan mencari nilai-nilai yang berorintasi ke masa depa”. Untuk itu diperlukan proses liberalisasi. Pernyataan ini saya kutip dari buku yang berjudul “Cak Nur Diantara Sarung Dan Dasi” sebuah biografi Cak Nur yang di Tulis oleh Marwa Saridjo.
Setelah tahun 70-an pemikran beliau berubah, atau melihat Islam dan umatnya dari perspektif lain. Pandangan-pandangannya tetap dianggap “kredo” yang dinamis bagi umat dan generasi muda Islam. Apalagi gerakan neo-revivalis, gerakan Masyumi dan juga di kalangan kaum orthodok dan kaum tradisonalis.
Pandangan Nurcholish tentang teologi adalah inklusif, pluralisme dan konsep “Kesatuan Agama Ibrahim”. (yahudi; Kristen dan Islam), nampak sangat besar pengaruhnya terhadap pemikir muda Islam yang sedang dalam fase “romantisme intelektual” dan gandrung pada keruwetan semantik filasat.
Pernyataan Nurcholish yang banyak memancing reaksi pula ialah pernyataan bahwa sikapa apologi umat Islam yang kadang-kadang diarasakan sangat vulgar dan kasar, dinilai akan mendangkalkan pengertian agama itu sendiri.
Mengenai pertanyaan, bahwa gagasan “Negara Islam” yang pernah diperjuangkan oleh Masyumi dalam forum Konstituante 1995, adalah sebuag apologi. Pertama, apologi kepada ideologi-ideologi Barat (modern), kedua cita-cita legalisme yang membawa sebagian kaum muslimin kepikiran apologistis “Negara Islam”.
Menurut Nurcholish, konsep “Negara Islam” adalah suatu distorsi hubungan proprorsional antara negara dan agama. Negara adalah satu segi kehidupan duniawi yang dimensinya rasional dan kolektif. Sedangkan agama aspek kehidupan lain yang dimensinya adalah spritual dan pribadi.
Kalau dulu 1968 nurcholisg mengatakan bahwa islam adalah “total way of life” dan pandanganyang memisahkan agama dengan dimensi kehidupan adalah pandangan kaum sekuler atau penerapan paham sekularisme. Sekarang Nurcholish membantah pandangnnya sendiri, dan memvonis usaha-usaha Partai Islam seperti Masyumi yang memperjuangkan “Negara Islam” sebagai tindakan distorsi.
Dalam salah satu kesempatan lain, Nurcholish mengatakan bahwa usaha partai-partai Islam yang memeprjuangkan kembali “Piagam Jakarta” dengan memperkuat tujuh kata “dengan kewajiban melaksanakan syariat bagi pemeluk-pemeluknya” sebgai usaha mereduksi semangat Tauhid, yang terkandung dalam sila pertama dari Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pandangan umat Islam menurut Nurcholis Madjid, melihat kondisi umat Islam di era kemajuan teknologi dan arus modernisasi. “Perlu ada respon untuk menghindari accedent sejarah di kalangan umat”. Nurcholish, sering mengatakan bahwa gagasan pembaharuan yang dilontarkannya adalah gagasan kolektif dari anggota HMI dan generasi muda Islam.
Sikap terbuka dan inklusifisme adalah salah satu aspek penting dari pendukung konsep pemaharuan. “ Sikap Ekslusifisme Harus Punah” umat Islam, khususnya HMI tidak boleh lagi terus bersikap eksklusif
Salah satu pandangan kaum “modernis sekuler” atau neo–modernis yang juga dianut oleh Nurcholish Madjid dalam memahami Islam harus bersifat substansial dan tidak bersifat syari’ah, yang menyangkut soal ibadah. Beliau menyesalkan kecenderungan mereduksi kaum Islam hanya pada tata cara “ibadah” dan masalah-masalah Al-Muslimin.
Menurut Nurcholish Madjid yang lebih penting adalah bagaiman Islam dalam konteks substansialisasi artikulasi ajaran-ajaranya memberikan makna yang lebih luas dan dinikmati secara maknawi, bukan hanya oleh kalangan Islam sendiri sesuai konsep yang sudah konvensional” Islam adalah “Rahmatan Lil Alamin”. Jadi, kalau Nurcholish Madjid pernah mengatakan dalam memahami Islam, posisi Islam “universal” sedikit diatas syariah, konon tidak bermaksud melepas Islam dari formalisme, melainkan lebih merupakan persenjawantahan kepada sesuatu yang substansial dan bervariasitatif pengembangan etika berdasarkan nilai-nilai Islam.
Dalam kaitan untuk mengubah orientasi umat Islam yang terlalu berat pada masalah-masalah hukum (syari’ah) Nurcholish mengusulkan agar pembelajaran di pesanteren-pesantern tidak lagi difokuskan kepada pelajaran fiqih.
Dalam pengertian yang baru yang dipakai Nurcholish mengenai sekularisasi nampaknya diambil dari pemikiran Talccott Parsons, Haevey Cox dan Robert N. Bellah. Nurcholis Madjid mengatakan bahwa “sekilarisasi” digunakan sebagai istilah sosiologis dan menurut Talcott Parsons, istilah itu lebih banyak mengisyaratkan kepada pengertian pembebasan masyarakat dari belenggu takhayul dalam beberapa aspek kehidupan dan dalam hal ini tidak berarti penghapusan orintasi keagamaan dalam norma-norma dan nilai kemasyarakatan itu.
Dalam buku biografi Nurcholish “Jejak Pemiikiran dari Pembaharuan Samapai Guru Besar” Murcholush dalam kegairahan mengeuk “air kehidupan” dari berbagai sumber melomtarkan “ kesamaan dasar” antara Islam dan agama-agama besar lain yang terwujud dalam nilai-nilai universal uang dimilikinya. Ia tidak menrumuskan hal itu sebagai yang relatif, yang masih memungkinkan Islam dibedakan secara kategori dari sudut pandang teologis.














hubungan gagasan pemikiran Jamaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridho, Hasan Al-Banna sampai Pemikiran Islam di Indonesia!
a. Gagasan pemikiran Jamaludin Al-Afghani
Jamaludin Al-Afghani (1897) adalah salah seorang tokoh pembaruan dalam Islam pada abad ke-19 dan ke-20. Pengaruh terbesar ditinggalkannya di Mesir. Pemikir pembaharuanya berdasarkan atas keyakinan bahwa Islam adalah yang sesuai untuk semua bangsa, semua zaman dan semua keadaan. Kalau kelihatan ada pertentangn antara ajaran-ajaran Islam dengan kondisi yang dibawa perubahan zaman dan perubahan kondisi, penyesuaian dapat diperoleh dengan mengadakan interperensi baru tentang ajaran-ajaran Islam seperti yang tercantum dalam Al-Quran dan Hadist. Untuk interperensi itu diperlukan ijtihad dan pintu ijtihad baginya terbuka.
Jalan untuk memperbaiki keadaan umat Islam menurt Al-Afghani, ialah melenyapkan pengertian-pengertian salah yang dianut umat pada umumnya, dan kembali kepada ajaran-ajaran dasar Islam yang sebenarnya. Hati mesti disucikan, budi pekerti luhur dihidupkan kembali, dan demikian pula kesediaan berkorban untuk kepentingan umat. Dengan berpedoman pada ajaran-ajaran dasar, umat Islam akan dapat bergerak maju mencapai kemajuan.
Al-afghani sering diidentikkan dengan dua gerakan yang secara gencar diserukan. Yang pertama adalah nasionalisme yang dikampanyeknnya terutama di Mesir dan India untuk menentang kolonialisme. Karena pada zaman Al-Afghani ini, di Mesir telah terjadi tradisi Isroqiya, yaitu tradisi ketimuran, yang sudah ada pemisahan timur damn barat. persatuan umat Islam mesti di wujudkan kembali, diatas segala-galanya. Dengan bersatu dan mengadakan kerja sama yang eratlah umat Islam akan dapat kembali memperoleh kemajuan. Persatuan dan kerja sama merupakan sendi yang amat penting dalam Islam.
Yang kedua adalah pan-Islamisme atau persatuan negara-negara Islam. Kejayaan memalui inilah salah satu kunci penting pemikiran al-afghani. Menurutnya, persatuan termasuk salah satu tiang agama Islam. Untuk itu, beliau mengimbau penguasa-penguasa negeri Islam untuk bersatu.
Al-Afghani juga mengimbau persatuan unsur-unsur masyarakat Islam. Ia mengencam kecenderungan perpecahan dalam tubuh umat muslim. Salam satu ambisi dan idaman beliau adalah menjembatani perbedaan-perbedaan antara golongan Suni dan Syiah. Menurutnya perbedaan diantara golongan itu adalah persoalan masa lalu yang tidak relevan lagi untuk masa sekarang.
Karena Al-Afghani banyak menghabiskan waktunya untuk berkeliling ke berbagai negara. Pengalaman ini menjadikan Al-Afghani membenci imperialisme, terutama imperialilse Inggris, yang menjadi penyebab melemahnya Islam.
Al-Afghani juga aktif berpolitik. Secara terbuka ia menentang pemerintahan Mesir yang terpengaruh oleh Inggris. Menurut Al-Afghani pemerintahan otokrasi harus dirubah dengan corak pemerintahan demokrasi. Kepala negara harus melakukan syura dengan pemimpin-pemimpin masyarakatyang banyak mempunyai pengalaman.
Dalam salah satu tulisannya di al-Urwah-al-Wusqa, ia menegaskan bahwa tindakan manusi bersumber dari pikiran. Kebekuan pikiran dan tindakan yang berlangsung terus-menerus yang menyebabkan kemunduran dunia Islam. Dalam banyak tuisan dan ceramah Al-Afghani mencoba menafsirkan kembali nila-nilai Islam. Ia berupaya menemukan landasan yang kokoh bagi pembaharuan kehidupan kaum muslimin, sehingga mereka akan lebih modern dan rasional dalam berfikir.

b. Gagasan pemikiran Muhammad Abduh
Muhammad Abduh pemikirannya dilihat dari kondisi keadaan geografi dan budaya. Abduh terus-menerus mengadakan perubahan-perubahan yang radikal, refosionel bertahap. Dia merubah model lama dalam bidang pengajaran dan dalam memahami dasar-dasar keagamaan seperti yang dialaminya sewaktu belajar di masjid al-Ahmadi dan di al Azhar. Beliau menghendaki adanya sistim pendidikan yang mendorong tumbuhnya kebebasan berpikir, menyerap ilmu-ilmu modern dan membuang cara-cara lama yang kolot dan fanatik Sebagai murid Jamaluddin al-Afghani, maka pemikiran politiknya pun sangat dekat dengan Al Afghani, yaitu berpikir secara revolusioner dengan serius memandang penting bangkitnya bangsa-bangsa timur (usyruqiyyah) guna melawan dominasi Barat. Sebagai seorang mufti, Abduh berhasil mengadakan serangkaian perubahan dalam pengaturan hukum Islam dan masalah perwakafan yang berpengaruh besar di Mesir.
Pada tahun 1884, Abduh pergi ke Paris dan bertemu dengan Al-Afghani. Lalu mereka membentuk gerakan al-Urwah al-Wusqa, dan menerbitkan majalahnya yang diedarkan ke Mesir, india dan wilayah lain.
Dibidang hukum, Abduh membagi syariat menjadi dua bagian, yaitu; hukum pasti (al Ahkam al Qath’iyah) dan hukum yang tidak ditetapkan secara pasti maka harus melakukan ijtihad dengan merujuk kepada nash dan ijma.
Dalam bidang tauhid Muhammad Abduh menulis banyak karya. Salah satunya “Risalah at-Tauhid” sebuah buku mengenai teologi yang menyebut sifat-sifat Tuhan. Buku ini digunakan untuk tingkat pendidikan menengah.
Sebagai seorang pemikir yang termasuk mengagungkan akal sebagai sumber inspirasi kehidupan, pemikiran Abduh tidak bisa dipungkiri banyak dipengaruhi pemikiran-pemikiran mu’tazilah. Hal ini terlihat dari buku-bukunya, di antaranya “Risâlah Tauhîd”. Pemikiran aqidah menurut Abduh adalah mengenai qada dan qadar, sejalan dengan sikap dan pandangan hidupnya yang dinamis. Masyarakatnya pada masa itu bersifat fundamentalisme. Di samping memandang qada dan qadar sebagai salah satu bagian dari aqidah Islamiyah yang penting, ia juga menekankan pentingnya pemahaman yang benar dalam masalah ini. Menurutnya, bahwa keyakinan serta pemahaman yang benar tentang masalah qada' dan qadar akan membawa kepada kejayaan umat Islam.
Dalam bidang politik ia berpendapat bahwa terdapat hubungan erat antara seseorang dengan negaranya. Abduh mengatakan bahwa prinsip demokrasi harus dilaksanakan secara bersama-sama oleh rakyat dan pemerintah. Dalam menyikapi Undang-Undang Negara, Muhamad Abduh berpendapat bahwa tiap negara mempunyai Undang-undang yang sesuai dengan dasar-dasar kebudayaan dan politik yang berlaku di tempat itu atas dasar perbedaan geografis. Perbedaan itu juga disebabkan karena ada kebiasaan, akhlak dan kepercayaan yang dianut. Oleh karena itu undang-undang yang sesuai dengan suatu bangsa di suatu Negara belum tentu sesuai bagi bangsa yang lain. Maka dalam pembuatan undang-undang diperlukan upaya untuk memperhatikan perbedaan-perbedaan di kalangan rakyat baik strata kecerdasannya maupun keadaan sosialnya.

c. Gagasan Pemikiran Rasyid Ridha
Rasyid Rida adalah murid Muhammd Abduh. Ia mencoba menjalankan ide-ide pembaharuan. Dalam menerbitkan majalah Al-Manar yang tujuannya sama dengan al-Urwah al-Wusqa, antara lain mengadakan pembaharuan dalam bidang agama, sosial dan ekonomi, memberantas takhayul dan bidah-bidah, fatalisme.
Setelah banyak berguru kepada Muhammad Abduh, Rasyid Ridla berpendapat bahwa madzhab dalam pengertian Muhammad Abduh adalah lebih ditekankan pada cara pengambilan hukum dari nash yang ditempuh oleh seorang mujtahid tertentu. Pemikiran-pemikiran pembaharuan yang dimajukan Ridha, tidak banyak berbeda dengan ide-ide Muhammad Abduh dan Al-Afghani. Ia juga berpendapat bahwa umat Islam mundur karena tidak lagi menganut ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya.
Sebagaimana Al-Afghani, Rasyid Ridha juga melihat perlunya dihidupkan kembali kesatuan umat islam, yaitu kesatuan yang didasarkan atas keyakinan yang sama. Oleh karena itu ia tidak setuju dengan gerakan nasionalisme yang dipelopori Mustafa kamil. Negara yang dianjurkan Ridha adalah negara dalam bentuk kekhalifahan .
Peradaban Barat modern menurut Rasyid Ridha didasarkan atas kenajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk kemajuan, umat Islam harus mau menerima peradaban Barat yang ada.

• Keterkaitan Muhammad Abduh Dengan Rasyid Ridho

Cita-cita yang ingin diwujudkan Rasyid Ridho saat itu, bukan saja membebaskan bangsa Arab dari kolonialisme Eropa, lebih dari itu untuk kembali mewujudkan keagungan peradaban Islam dengan menjadikan tatanan masyarakat Madinah di masa Nabi Muhammad dan para khalifah yang empat pada abad pertama hijriah sebagai model dan sumber otoritas.

Dua pioner pemikir modern Islam, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridho telah membuka jalan bagi terjadinya Islamic Renaissance dengan mengupayakan penyatuan modernitas Barat dengan tradisi Islam klasik pada fase kedua kebangkitan Islam Arab yang terjadi antara tahun 1870 hingga 1900. Abduh dan Ridho saat itu berupaya menafsirkan ulang Islam agar senantiasa sesuai dengan kehidupan modern
• Pengaruh Pemikiran Muhammad Abduh Dan Rasyid Ridho Di Indonesia

Di Indonesia, pemikiran Abduh banyak mempengaruhi perjalanan ormas Islam, Muhammadiyah, dimana banyak persamaan antara keduanya. Di antara warisan intelektualnya adalah Risalah al-Tauhid. Sedangkan Tafsir Al Manar merupakan kumpulan pidato-pidato, pikiran-pikiran, dan ceramah-ceramahnya yang ditulis oleh muridnya, syeikh Mohammad Rasyid Ridha.

d. Gagasan pemikiran Hasan Al-Banna
Hasan Al-Banna (1949) adalah seorang tokoh pergerakan dan pembaharuan Mesir. Ia juga pendiri Ikhwanul Muslimin (pembaharuan Muslim) pada tahun 1928, gerakan Islam yang paling berpengaruh pada abad ke-20. dan merupakan sumber inspirasi gerakan Islam diseluruh dunia.
Hasan al-Banna percaya bahwa kemunduran kaum muslimin disebabkan oleh pemahaman yang salah terhadap Islam dan kekaguman mereka kepada ideology sekuler dari Barat dan adanya westerinisasi. Itulah sebabnya, ia menyerukan agar kaum muslim kembali kepada ajaran Islam yang sesungguhnya.
Gerakan dakwah yang dilakukan Al-banna adalah dimulai dari gerakan dakwah fi’ah (kelompok kecil) yang menyentuh ke berbagai aspek kehidupan, seperti: sosial, politik, budaya, pendidikan, akidah mua’amalah dll. Dalam gerakan dakwahnya Al-Banna melakukan gerakan revolusi.
Meskipun telah terpengaruh oleh Salafiah, Al-Banna tidak mengambil seluruh model gerakan itu. Beliau menyadari pentingnya tasawuf dan tarekat dalam menopang perjuangan serta hubungan spiritual dan emosional antara pemimpin dan pengikutnya. Karena itu, di Ikwanul Muslimin ia mempertahankan semangat otoritas dan model kepemimpinan tarekat dalam managemen gerakan ini.
Gagasan-gagasan Al-Banna tidak terlepas dari situasi social-politik Mesir. Karena pertarungan kekuasaan antar-politik begitu sengit, maka semangat nasionalisme Mesir menjadi pudar. Selain itu, sekularisme juga mulai menggejala. Menurut al-Banna, Mesir dan raknyatnnya telah dilanda kemorosotan dalam berbagai aspek kehidupan. Hal ini hanya bisa diatasi dengan jalan kembali kepada sumber ajaran yang murni, yaitu Al-Quran dan sunah Nabi Saw. menurut al-Banna, Islam membawa ajaran yang sempurna, yang mencakup semua aturan bagi segala persoalan hidup.
Al-Banna memandang penting otoritas politik, kepimimpinan, dan hukam dalam kehidupan masyarakat. Ia mengatakan bahwa pemerintahan adalah salah satu tiang system sosial Islam. Islam tidak menganjurkan anarki dan tidak membiarkan umatnya tanpa pemimpin. Karenanya angggapan bahwa islam tidak berurusan dengan politik, atau politik tidak ada sangkut pautnya dengan Islam, adalah anggapan keliru.

Untuk mewujudkan visi Islam sejati dan meluncurkan perjuangan melawan dominasi asing, Banna mendirikan Ikwanul Muslimin pada bulan Maret 1928. Dengan tujuan untuk menyelesaikan nasib malang yang menimpa umat Islam pada masa itu, Jama’ah Ikhwanul Muslimin ini bercita-cita untuk menjalankan tanggungjawabnya ke seluruh Mesir, ialah menggantikan masyarakat Mesir secara menyeluruh kepada masyarakat yang berlandaskan Syariah Islam.
Pada tahun 1933, Ikhwanul Muslimin membuat penekanan yang berat dalam mendidik umat Islam. Bahkan Banna membuat gerakan baru yang belum pernah dibuat oleh ulama besar di Al-Azar saat itu. Di kota besar inilah Banna berhasil mengajak ratusan pelajar didikan Barat kembali mencintai Islam dan menjadi muridnya yang gigih berjuang.
Di bidang pemerintahan ikhwanul Muslimin menyeru pemerintah untuk menggantikan undang-undang Barat dan menjalannkan undang-undang Islam. Beliau juga meminta pemimpin pemerintah menunjukkan contoh yang baik kepada Umat Islam di Mesir.
Dari aspek kegiatan, Hasan A-Banna cukup menekankan masalah pendidikan generasi muda di Mesir. Berulang kali beliau mendesak kerajaan untuk menyusun kembali kurikulum sekolah-sekolah yang berdasarkan Islam.
Kemudian Hasan Al-Banna juga menyerukan untuk membubarkan partai-partai politikdi Mesir, karena partai-partai itu korupsi. Setelah perang organisasi ini berperan penting dalam kampanyenya yang dilancarkan berbagai kelompok di Mesir menentang pendudukan Inggris.

DAFTAR PUSTAKA
1. Arkoun, Muhammad.1996. Pemikiran Barat. Yogyakarta:LPMI
2. Madjid, Nurcholish. 1987. Islam Kemoderenan dan ke Indonesiaan. Bandung: Mizan.
3. Saridjo, Marwan. 2005. Cak Nur Diantara Sarung Dan Dasi Dan Musdah Mulia Tetep Berjilbab. Jakarta: Paramadina.
4. Madjid, Nurcholish. 2004. Islamo-Demokrasi pemikiran. Jakarta: Republik.
5. ----------1990. Pembaharuan Pemikiran Islam di Indonesia. Bandung: Mizan
6. Nasution, Harun. 1995. Islam Rasional gagasan dan pemikiran. Bandung: mizan
7. Nasutin, Harun.2002.Pembahruan Dalam Islam. Jakarta: PT. Bulan Bintang.

0 komentar:

Posting Komentar

Calendar

My ProfiL

Foto saya
punya sejuta harapan dan impian untuk membahagiakan semua orang... Gigih n ulet untuk menjadi orang sukses dengan karya besar..

Pengunjung

Diberdayakan oleh Blogger.

YM Status

Terjemah

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : BTF

Visitor Counter

free counters
Free Website templateswww.seodesign.usFree Flash TemplatesRiad In FezFree joomla templatesAgence Web MarocMusic Videos OnlineFree Wordpress Themes Templatesfreethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesSoccer Videos OnlineFree Wordpress ThemesFree Web Templates